OECD Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia: Tantangan dan Prospek ke Depan – Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) kembali memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam laporan terbaru mereka pada Juni 2025. Pemangkasan ini menjadi yang kedua kalinya sepanjang tahun berjalan, menandakan adanya tantangan ekonomi yang semakin kompleks. OECD memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya mencapai 4,7% pada 2025 dan 4,8% pada 2026, lebih rendah dibandingkan proyeksi sebelumnya. Artikel ini akan membahas faktor-faktor yang menyebabkan sweet bonanza pemangkasan ini serta prospek ekonomi Indonesia ke depan.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemangkasan Proyeksi
1. Tekanan pada Konsumsi Rumah Tangga
OECD menyoroti bahwa melemahnya sentimen bisnis dan konsumen menjadi faktor utama yang membatasi konsumsi domestik. Ketidakpastian kebijakan fiskal serta tingginya biaya pinjaman menyebabkan masyarakat lebih berhati-hati dalam membelanjakan uang mereka.
2. Investasi Swasta yang Terhambat
Investasi swasta mengalami perlambatan akibat suku bunga tinggi dan ketidakpastian ekonomi global. Hal ini berdampak pada pertumbuhan sektor industri dan manufaktur, yang merupakan salah satu pilar utama ekonomi Indonesia.
3. Perlambatan Ekspor dan Ketegangan Perdagangan Global
OECD mencatat bahwa penurunan harga komoditas serta meningkatnya ketegangan perdagangan global menjadi tantangan bagi ekspor Indonesia. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa ekspor Indonesia mengalami kontraksi sebesar 10,77% secara bulanan pada April 2025, yang semakin memperburuk prospek ekonomi.
4. Depresiasi Rupiah dan Inflasi
Nilai tukar rupiah mengalami depresiasi dalam beberapa bulan terakhir, yang berdampak pada kenaikan harga barang dan jasa di dalam negeri. OECD memperkirakan inflasi Indonesia akan meningkat menjadi 2,3% pada 2025 dan 3% pada 2026, setelah berakhirnya efek diskon tarif listrik serta dampak depresiasi rupiah.
Dampak Pemangkasan Proyeksi terhadap Ekonomi Indonesia
1. Risiko Arus Keluar Modal
Ketidakpastian kebijakan fiskal dan global dapat menyebabkan capital outflow, yang berpotensi memberikan tekanan baru pada nilai tukar rupiah. Jika kondisi ini berlanjut, Indonesia bisa menghadapi pelebaran defisit transaksi berjalan dan peningkatan inflasi akibat biaya impor yang lebih tinggi.
2. Prospek Pemulihan di Paruh Kedua 2025
Meskipun menghadapi tantangan besar, OECD memperkirakan bahwa permintaan domestik akan mulai pulih pada paruh kedua 2025 hingga 2026. Faktor yang dapat mendorong pemulihan ini termasuk pelonggaran kondisi keuangan serta belanja investasi publik melalui Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara.
3. Kebijakan Pemerintah untuk Menjaga Stabilitas
Pemerintah Indonesia telah menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2% pada 2025, meskipun capaian di kuartal pertama hanya mencapai 4,87%. Untuk menjaga stabilitas ekonomi, pemerintah telah meluncurkan lima paket stimulus ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan daya beli masyarakat dan mendukung industri padat karya.